Sejarah Paskibra
Sejarah Paskibra
![]() |
Paskibraka - Nugraha Cliche |
Gagasan Paskibraka lahir pada tahun 1946, pada saat ibukota
Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan RI
yang ke-1, Presiden Soekarno memerintahkan salah satu ajudannya, Mayor (Laut) Husein Mutahar, untuk menyiapkan pengibaran
bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta. Pada saat itulah, di
benak Mutahar terlintas suatu gagasan bahwa sebaiknya pengibaran bendera pusaka
dilakukan oleh para pemuda dari seluruh penjuru Tanah Air, karena mereka adalah
generasi penerus perjuangan bangsa yang bertugas.
Tetapi, karena gagasan itu tidak mungkin terlaksana, maka
Mutahar hanya bisa menghadirkan lima orang pemuda (3 putra dan 2 putri) yang
berasal dari berbagai daerah dan kebertulan sedang berada di Yogyakarta. Lima
orang tersebut melambangkan Pancasila. Sejak itu, sampai tahun 1949, pengibaran
bendera di Yogyakarta tetap dilaksanakan dengan cara yang sama.
Ketika Ibukota dikembalikan ke Jakarta pada tahun 1950,
Mutahar tidak lagi menangani pengibaran bendera pusaka. Pengibaran bendera
pusaka pada setiap 17 Agustus di Istana Merdeka dilaksanakan oleh Rumah Tangga
Kepresidenan sampai tahun 1966. Selama periode itu, para pengibar bendera
diambil dari para pelajar dan mahasiswa yang ada di Jakarta.
Tahun 1967, Husein Mutahar dipanggil
presiden saat itu, Soekarno, untuk menangani
lagi masalah pengibaran bendera pusaka. Dengan ide dasar dari pelaksanaan tahun 1946di Yogyakarta,
beliau kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok yang
dinamai sesuai jumlah anggotanya, yaitu:
·
Pasukan 17 / pengiring (pemandu),
·
Pasukan 8 / pembawa bendera (inti),
·
Pasukan 45 / pengawal.
Jumlah tersebut merupakan simbol dari tanggal Proklamasi
Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945 (17-8-45).
Pada waktu itu dengan situasi kondisi yang ada, Mutahar hanya melibatkan putra
daerah yang ada di Jakarta dan menjadi anggota Pandu/Pramuka untuk melaksanakan tugas pengibaran
bendera pusaka. Rencana semula, untuk kelompok 45 (pengawal) akan terdiri dari
para mahasiswa AKABRI (Generasi
Muda ABRI) namun tidak dapat dilaksanakan. Usul lain menggunakan anggota pasukan khusus ABRI (seperti RPKAD, PGT, KKO, dan Brimob) juga tidak mudah. Akhirnya diambil dari
Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES) yang mudah dihubungi karena mereka
bertugas di Istana Negara Jakarta.
Mulai tanggal 17 Agustus 1968, petugas pengibar bendera pusaka adalah para pemuda utusan provinsi. Tetapi karena belum seluruh provinsi
mengirimkan utusan sehingga masih harus ditambah oleh eks-anggota pasukan tahun 1967.
Pada tanggal 5 Agustus 1969, di Istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan
duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi Naskah Proklamasi oleh
Suharto kepada Gubernur/Kepala Daerah
Tingkat I seluruh Indonesia. Bendera duplikat (yang terdiri dari 6 carik kain)
mulai dikibarkan menggantikan Bendera Pusaka pada peringatan Hari Ulang Tahun
Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1969 di Istana Merdeka Jakarta,
sedangkan Bendera Pusaka bertugas mengantar dan menjemput bendera duplikat yang
dikibar/diturunkan. Mulai tahun 1969 itu, anggota pengibar bendera pusaka
adalah para remaja siswa SLTA se-tanah air Indonesia yang merupakan utusan dari
seluruh provinsi di Indonesia, dan tiap provinsi diwakili oleh sepasang remaja
putra dan putri.
Istilah yang digunakan dari tahun 1967 sampai
tahun 1972 masih Pasukan Pengerek Bendera Pusaka. Baru pada tahun 1973, Idik Sulaeman melontarkan
suatu nama untuk Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan Paskibraka. PAS berasal dari PASukan, KIB berasal dari KIBar
mengandung pengertian pengibar, RA berarti bendeRA dan KA berarti PusaKA. Mulai
saat itu, anggota pengibar bendera pusaka disebut Paskibraka.
Sumber : Wikipedia
Komentar
Posting Komentar